Share this history on :

Sabtu, 13 Oktober 2012

0 Perbandingan Islam dan Sains Modern


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Saat ini, sejumlah negara telah mengalami kemajuan yang pesat dengan bertumpu pada potensi ekonomi, militer dan politik yang dimilikinya. Mayoritas masyarakat dunia pun memuji kemajuan yang dicapai oleh sains dan teknologi modern. Banyak kalangan percaya, dengan semakin besarnya kemajuan yang dicapai sains, maka kekuasaan dan kekuatan pun akan semakin membesar. Bersandar pada keyakinan semacam itu, sebagian percaya bahwa umat Islam mesti sebisa mungkin mengikuti jejak kemajuan teknologi yang dicapai Barat, memproduksi beragam mesin dan perangkat modern seperti yang dihasilkan Barat.

Namun, sebagian ilmuan percaya bahwa anggapan semacam itu justru membahayakan. Pasalnya, meski Barat telah mengalami kemajuan di bidang sains dan teknologi, namun mereka terjerat pelbagai persoalan dan krisis akut seperti krisis moral, runtuhnya spritualitas, hilangnya jatidiri, rusaknya lingkungan hidup, dan sejumlah permasalahan pelik lainnya. Akibat ketamakan dan rakusnya para penguasa, kehadiran teknologi modern malah meruntuhkan ikatan dan posisi manusia pada skala yang amat luas. Oleh karena itu, seandainya umat Islam menginginkan model hidup ala abad 21 dengan cara mengikuti Barat secara buta, maka sejatinya mereka telah menempuh jalan yang salah.
Dr. Sayyed Hossein Nasr, peneliti Muslim dan dosen di sejumlah universitas AS, menawarkan alternatif lainnya. Umat Islam selayaknya melihat alternatif lain, dengan cara merekonstruksi, mengkritik dan mengkaji ulang beragam sisi sains modern. Menurutnya, “Kini, pada saat umat Islam siap meraih kembali sains dan manfaat ilmu pengetahuan modern, dari segi ilmiah, umat Islam harus meyakini bahwa setiap kemajuan yang dicapai Barat bukan berarti suatu hal yang baik, mereka tidak boleh meniru begitu saja apa yang terjadi di Barat. Dari segi teoritis, umat Islam juga harus menguasai sains modern, namun pengusaan itu harus didasari dengan sikap kritis, dan berdasarkan tradisi pemikiran Islam. Kita wajib mengkritik peradaban Barat, dan kita harus menyadarkan umat Islam dari efek negatif peradaban mekanis. Di sisi lain, kita juga harus memperkuat institusi ilmiah dan lembaga tradisional pendidikan Islam”.
Dunia Islam memiliki potensi yang amat besar, dan mereka memiliki latar belakang yang cerah dalam mengembangkan beragam ilmu pengetahuan. Karena itu, apabila saat ini mereka menghidupkan kembali ilmu pengatahuan, dengan metode pendidikan yang mereka miliki, dan memadukannya dengan kemuliaan moral, maka sembari bertumpu pada kreatifitas dan inovasi, mereka akan mampu bersaing secara sehat dengan sains dan teknologi modern. Dr. Nasr menuturkan, “Ini tak lain adalah apa yang harus dilakukan dunia Islam, mulai dari sekolah-sekolah Malaysia, di timur dunia Islam, hingga ke Maroko di sebelah baratnya. Harus ada pendirian pelbagai universitas dengan identitas Islam. Sebuah universitas, yang memandang seluruh temanya dengan perspektif Islam. Kini, sudah banyak upaya pemikiran yang telah dilakukan.”
Dr Nasr melanjutkan, “Para ilmuwan muslim sudah banyak menerjemahkan dan menafsirkan beberapa buku penting tentang pengetahuan Islam ke berbagai bahasa Barat dan Eropa. Tulisan-tulisan semacam itu, seperti halnya pada beberapa dekade sebelumnya, sekarang ini tidak sedikit. Namun masalah utamanya adalah, sedikitnya pusat-pusat atau tempat yang bisa mengajarkan hal itu kepada mahasiswa dengan metode Islam. Lembaga-lembaga semacam itu, harus mengajarkan disiplin ilmu seperti filsafat, logika, teologi dan sejumlah tema lain yang terkait dengan itu. Dan para muslim yang berpikiran cerah, dengan tingkat pendidikan tinggi bisa hadir di situ. Kini, pendidikan Islam di Barat harus berubah dari unit kecil menjadi unit yang besar, dan bisa mendidik tenaga yang unggul dan berkualitas.”
Pada kondisi saat ini, dunia Islam tengah berhadapan dengan beragam persoalan rumit dan pelik. Di negara-negara Islam, sebagian kekayaan nasionalnya berada di bawah kendali pemerintah, dan sebagian mereka tidak begitu banyak menginvestasikannya untuk kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun demikian, kita masih bisa berharap, bahwa di antara sejumlah negara itu, ada juga pilihan yang positif yang telah mengalami keberhasilan. Seperti Iran, Indonesia, Malaysia dan Pakistan.
Khususnya lagi di Iran, di mana ada beberapa universitas yang dikelola oleh para pakar agama. Itu semua, merupakan pusat pendidikan di mana ilmu pengetahuan Islam diajarkan bersamaan dengan ilmu pengetahuan modern, bahasa asing dan sejumlah disiplin ilmu yang kerap diajarkan di institusi pendidikan Barat. Sebagai contoh, di kota Qom, Iran, terdapat beberapa universitas terpercaya yang memiliki karakteristik seperti itu, dan banyak mahasiswa muda dan berbakat belajar di sana.
Dengan demikian, kendati sejumlah peristiwa pahit sejarah, telah menghambat proses kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh umat Islam, namun bukan berarti hal itu juga telah meruntuhkan seluruh dimensi peradaban Islam. Kesenian Islam, adalah salah satu bagian penting peradaban Islam. Seni tenun kain, sempat mengalami kemajuan belakangan ini. Banyak karpet terindah Iran rajutan abad ke-19 yang menjadi salah satu karya adiluhung seni Islam. Begitupula dengan arsitektur Islam. Taj Mahal, Masjid Esfahan, dan Masjid Soltan Ahmad Istanbul merupakan contoh dari keajaiban seni arsitektur Islam. Bahkan di bidang rasionalitas, umat Islam pada abad 19 telah menghidupkan kembali filsafat Islam. Pada abad ke-20, dengan munculnya Allamah Thabathabai di Iran, filsafat Islam berkembang dan meraih kejayaannya kembali.
Dr. Nasr menuturkan, “Untuk menilai dan mengapresiasi sebuah peradaban, keliru jika kita menganggap mundurnya sebuah peradaban sama dengan kematiannya. Peradaban Islam memiliki minat yang jauh lebih besar kepada ilmu pengatahuan dibanding dengan peradaban lainnya yang kita kenal, seperti peradaban Barat. Semenjak masa-masa awalnya, peradaban ini telah berjalan dengan aktifitas ilmiah yang pesat. Misalnya saja, Jabir bin Hayyan yang hidup pada abad ke-2 Hijriah. Sebelum Jabir, kimia masih belum diakui sebagai disiplin ilmu. Pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi, muncul para matematikawan dan astronom besar, serta sejumlah ilmuan semacam Ibnu Sina, dan Biruni di pentas ilmu pengetahuan.”
Dr Nasr melanjutkan, “Sekarang, hanya empat abad semenjak masa Galileo Galilei berlalu, Barat menunjukkan minat besarnya kepada ilmu pengetahuan dan menjadikannya sebagai pusat perhatian. Oleh karena itu, apabila kaum muslimin bisa membuat buku katalog ilmu pengetahuan islam, dan beruntung hal itu telah dimulai dalam beberapa tahun belakangan ini, berarti umat Islam telah mengambil langkah besar ke arah penilaian atas ilmu-ilmu pengetahuan Islam.”
Masih menurut Dr. Nasr, “Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, sungguh sebuah perkataan yang polos, jika kita katakan teknologi modern itu bebas nilai dan tidak berbahaya. Teknologi dalam modelnya sekarang ini, telah mengancam sebagian ruang spiritual yang berada di dalam dan luar wujud manusia. Teknologi Barat, menyodorkan sebuah pandangan dunia khas, yang telah mengubah dimensi kemanusiaan menjadi seperangkat mesin. Gerakan menuju kekuasaan dan senjata pemusnah, tidak akan pernah bisa sejalan dengan jiwa agama Islam. Karenanya, umat Islam harus lebih berhati-hati lagi dengan efek ilmu pengetahuan yang disebarkan Barat, dan mengkritisi dampak buruk yang dihasilkannya. Apabila umat Islam berhasil mendidik para filosof dan ilmuwan dengan pengetahuan yang berakar pada ajaran sejati Islam, itu adalah sebuah hal yang cukup bagi umat Islam. Sebab, bila itu berhasil dilakukan, mereka akan mampu mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan di era baru.”
Sumber : Click

0 komentar:

Posting Komentar